Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Masjid Nabawi di Madinah, Ini Perkembangannya dari Masa ke Masa



FEMINIA-Selain mengunjungi Masjidil Haram di Makkah, umat Islam yang sedang melakukan ibadah haji atau umrah pasti juga akan mendatangi Masjid Nabawi di Madinah.

Selain beribadah di masjidnya, di kota ini kaum Muslim juga bakal berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW.

Salah satu masjid terbesar di dunia, Masjid Nabawi mengalami beberapa pengembangan sepanjang sejarahnya, dimulai dengan zaman khalifah, diikuti oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Utsmaniyah, dan, akhirnya, era Saudi, di mana ia menjalani ekspansi terbesarnya.

Masjid bernama asli Al-Masjid an-Nabawi ini juga merupakan tempat pertama di Jazirah Arab yang diterangi oleh bola lampu listrik pada tahun 1909 (1327 H).

Masjid yang namanya bermakna 'masjid nabi' ini adalah masjid kedua yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun pertama Hijrah (migrasi Nabi dengan pengikutnya dari Mekah ke Madinah, yang disebut Yathrib pada saat itu).

Tanah tempat masjid dibangun adalah milik dua anak yatim piatu, Sahl dan Suhail, dan digunakan sebagai tempat pengeringan kurma.

Nabi merencanakan struktur masjid menempati sebidang tanah 50 x 49 meter dan membangunnya menghadap Yerusalem, kiblat umat Islam pada saat itu.

Dia menggunakan daun palem untuk atap dan batang pohon palem sebagai tiang pancang masjid.

Nabi juga membangun masjidnya dengan tiga pintu, salah satunya berada di belakang dan disebut "Atikah" atau "Pintu Belaskasih", sedangkan yang lainnya adalah "Pintu Jibril" dan merupakan pintu masuk pilihan Nabi.

Di bagian belakang masjid, ada area teduh untuk melindungi musafir atau tunawisma yang dikenal sebagai "Al-Saffa".

Nabi Muhammad SAW tidak membangun atap untuk seluruh masjid, jadi saat hujan, air akan menetes ke jamaah. Namun ia menenangkan jamaah dan berkata bahwa kondisi buruk pasti akan berlalu.

Pada masa-masa awalnya, lantai masjid tidak pernah ditutup dengan apapun sampai pada 3 H (624 M), ketika dilapisi dengan kerikil.

Ketika kiblat diubah menghadap Kakbah dan bukan Yerusalem, Al-Saffa yang berada di bagian selatan masjid dipindahkan ke bagian utara. Pintu belakang ditutup, dan pintu baru dibuka di utara.

Perluasan area

Masjid Nabawi mengalami perluasan pertama kali pada zaman Khalifah Umar ibn Al-Khattab pada 17 H (638 M). Khalifah Abu Bakar Al-Siddiq tidak bekerja untuk memperluas masjid karena dia sibuk dalam Perang Ridda, yang juga dikenal sebagai Perang Kemurtadan.

Masjid menjadi sangat ramai dengan jamaah pada masa pemerintahan Khalifah Umar, sehingga dia membeli rumah-rumah di sekitarnya untuk memperluas masjid ke arah barat, selatan (bagian kiblat), dan utara.

Namun, tidak ada perluasan ke arah timur, karena kamar istri nabi terletak di sana.

Setelah pemekaran itu, bangunan masjid sesuai arahan Nabi Muhammad SAW; temboknya terbuat dari batu bata, batang pohon palem digunakan sebagai kolom, atap dari daun palem, dan lantainya terbuat dari pasir garnet.

Perluasan yang terjadi pada zaman Khalifah Umar diperkirakan sekitar 1.100 meter persegi. Renovasi ini juga memberikan masjid enam pintu masuk: Dua di timur, dua di barat, dan dua di utara.

Selama masa pemerintahan Khalifah Uthman pada 29 H (650 M), kapasitas Masjid Nabawi dirasa terlalu kecil, jadi dia berkonsultasi dengan sahabat Nabi untuk mengembangkannya dan mereka menganggapnya sebagai ide yang bagus.
Khalifah Uthman membangun dinding dari batu berukir dan plester, tiang-tiangnya dari batu berukir dan batang besi dipasang dengan timah, dan atapnya dari kayu jati.

Masjid Nabawi tak lagi mengalami renovasi hingga kepemimpinan Al-Walid bin Abdul-Malik pada tahun 88 H (707 M).

Al-Walid menulis kepada penguasa Madinah, Omar bin Abdul Aziz (86-93 AH / 705-712 M), memerintahkannya untuk membeli rumah di sekitar Masjid Nabawi untuk memperluas area. Dia juga mengarahkannya untuk memasukkan kamar istri Nabi dalam perluasan.

Mengikuti arahan Al-Walid, Omar bin Abdul Aziz memperluas Masjid Nabawi dan menjadikan makam Nabi sebagai bagian dari area masjid.

Oleh karena itu, perluasan Al-Walid dilakukan dari tiga sisi - timur, utara, dan barat.

Perluasan pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul-Malik termasuk membangun mihrab berlubang dan menara untuk pertama kalinya di Masjid Nabawi.

Sebanyak empat menara dibangun, satu di setiap sudut, serta teras di atap masjid.

Tidak ada perluasan yang dilakukan di Masjid Nabawi setelah ekspansi Al-Walid, tetapi ada beberapa perbaikan dan renovasi.

Masjid Nabawi pernah terbakar

Kebakaran terjadi di Masjid Nabawi pada tahun 654 H (1256 M), dan sejumlah khalifah dan pemimpin Muslim berkontribusi untuk memulihkannya.

Yang pertama berkontribusi adalah Khalifah Abbasiyah terakhir, Al-Musta'sim Billah, yang mengirim perbekalan dan pekerja dari Baghdad untuk memperbaiki masjid pada 655 H (1257 M).

Kekhalifahan Abbasiyah berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan Tatar. Setelah itu, kebakaran kedua meletus pada tahun 886 H (1482 M) yang menghancurkan banyak bagian atap masjid.

Sultan Qaytbay, penguasa Mesir pada saat itu, menerima kabar tentang kejadian tersebut dan, kemudian, mengirim perbekalan, pekerja, dan material dan masjid itu beratap pada 888 H (1484 M).

Perluasan atas inisasi Qaytbay selesai pada 890 H (1486 M) dan merupakan yang terakhir dilakukan sebelum era Ottoman dan Saudi.

Tidak ada perubahan yang terjadi di Masjid Nabawi sejak pekerjaan perluasan dan rekonstruksi Qaytbay selama 387 tahun, tetapi selama periode ini, banyak pekerjaan perbaikan dan renovasi dilakukan pada menara, dinding, dan pintu, dan hiasa bulan sabit di atas menara diganti.

Namun demikian, tidak ada pembongkaran dan rekonstruksi besar yang dilakukan sampai masa pemerintahan Sultan Abdulmejid.

Khalifah Utsmaniyah, Abdulmejid II, mengirim arsitek, pembangun, pekerja, perbekalan, dan material pada 1265 H (1849 M) untuk merekonstruksi dan memperluas masjid. Prosesnya memakan waktu 13 tahun.

Bahan yang digunakan termasuk batu merah dari Gunung Al-Jamawat di barat Madinah (sekarang dikenal sebagai Gunung Al-Haram). Batu-batu ini digunakan untuk membangun kolom, sedangkan dinding dibuat dari batu basal hitam.

Perluasan terbesar sepanjang masa di Masjid Nabawi terjadi pada masa pemerintahan almarhum Raja Abdullah.

Ia memerintahkan pemasangan 250 payung pada tiang-tiang di halaman masjid. Lebih dari 800 jamaah dapat berdoa di bawah masing-masing payung ini.

Payung tersebut khusus dibuat untuk jamaah saat berada halaman Masjid Nabawi. Fasilitas ini dirancang canggih, sehingga saat payung terkembang, panas atau hujan tak sampai mengenai jamaah.

Madinah mengalami ekspansi terbesar dalam sejarah Masjid Nabawi pada akhir 1433 H (2012 M), ketika Raja Abdullah meletakkan batu fondasi untuk memperluas masjid sehingga dapat menampung 2 juta jamaah.

Raja Salman lalu mengambil obor pengembangan Masjid Nabawi setelah Raja Abdullah wafat.

Dalam era kepemimpinan Raja Salman, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi terus disempurnakan, sehingga umat Islam yang hendak umrah, haji, atau berziarah tetap nyaman dan bisa khusyuk beribadah.(mr/cnn)