Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Komunitas Pasinaonan Jawa Kuno Pelajari Bahasa Kawi untuk Telusuri Kebenaran Sejarah



FEMINIA-Di Blitar ada komunitas yang saling belajar bahasa Jawa kuno. Komunitas ini adalah pasinaonan Jawa kuno. Komunitas ini belajar bersama huruf Jawa Kuno yang banyak terpahat di situs cagar budaya untuk menelurusi kebenaran sejarah.

Beberapa literasi menulis, huruf Jawa kuno disebut aksara Kawi dari bahasa Sanskerta 'kavi' yang berarti pujangga. Aksara Jawa Kuno adalah turunan aksara Brahmi historis yang digunakan di wilayah Asia Tenggara maritim sekitar abad ke-8 hingga 16. Yakni dimulai di era Kanjuruhan pada Prasasti Dinoyo yang berangka 682 saka atau 760 Masehi hingga masa Demak.

Aksara Jawa Kuno atau lebih dikenal dengan aksara Kawi adalah sebuah aksara yang dikembangkan oleh leluhur kita di Nusantara yang berawal dari aksara Pallawa. Aksara Jawa kuno memiliki sekitar 33 aksara konsonan dan 16 aksara vokal. Sangat berbeda dengan aksara Jawa Baru atau Carakan yang hanya 20 aksara saja. Aksara Jawa Baru atau Carakan sendiri baru ada di era Mataram Islam.

Gagasan komunitas pasinaonan Jawa kuno ini lahir dari Andri Setiawan. Warga Kecamatan Talun Kabupaten Blitar ini memang alumni Unesa jurusan Bahasa dan Sastra Jawa. Pada tahun 2019 lalu, dia diundang kelompok sadar wisata (pokdarwis) Desa Sawentar Kecamatan Kanigoro untuk berbagi ilmu aksara Kawi. Pokdarwis ini berada di lokasi Candi Sawentar, sehingga pemuda pemudi di sana ingin mengetahui bacaan dan arti aksara Kawi yang banyak terpahat di situs sejarah itu.

"Waktu itu ada 10 orang. Kami belajar bersama beberapa saat. Setelah itu langsung dipraktikkan dengan membaca aksara Kawi yang terpahat di relief Candi Sawentar," tutur Andri dilansir detikcom.

Setelah kelompok ini mandiri, awal tahun 2020 Andri kemudian mendapat tawaran berbagi ilmu kepada komunitas macapat Sanggar Abdi Ingsun. Di komunitas ini anggotanya beragam. Mulai pelajar, guru, mahasiswa sampai masyarakat pecinta kesenian Jawa. Ada sekitar 25 orang yang belajar aksara Kawi dan penanggalan kuno ini.

Menurut Andri, mereka yang tertarik bergabung di pasinaonan Jawa kuno adalah warga yang punya rasa penasaran tinggi terhadap situs bersejarah. Seperti di Blitar sendiri, banyak ditemukan situs-situs bersejarah peninggalan zaman kerajaan.

"Mayoritas mereka punya anggapan, kalau kita tidak bisa membaca aksara Kawi yang dipakai para leluhur untuk menulis dokumentasi sejarah bangsa ini, maka kita sangat mudah dibelokkan sejarahnya," ungkapnya.

Apa alasan anggota komunitas belajar bahasa Jawa kuno?

Dengan bisa membaca dan tahu bahasanya, lanjut Andri, komunitas ini akan mengetahui apakah ada pembelokan sejarah dan mengetahui sejarah yang sebenarnya.

"Seperti pada Prasasti Petung Ombo yang ditaruh di depan Pendopo Ronggohadinegoro Pemkab Blitar. Situs ini disebut-sebut sebagai cikal bakal lahirnya wilayah Blitar. Setelah kami pelajari, ternyata tidak sinkron sama sekali. Walaupun saya dan teman-teman belum melakukan kajian lebih mendalam," akunya.

Beberapa situs lain juga telah mereka pelajari bersama. Seperti prasasti Balitung, Karangtengah, Weleri, dan Plumbangan. Masih banyak situs cagar budaya lain yang belum sempat mereka pelajari, ketika pandemi COVID-19 memaksa komunitas ini menghentikan aktivitasnya.

Satu di antara anggota komunitas Pasinaonan Jawa kuno, Agni mengaku tertarik mempelajarinya karena aksara Jawa kuno lah yang dipakai untuk menulis huruf-huruf di prasasti, di candi juga seperti menunjukkan angka tahun.

"Nah, hal tersebut membuat saya tertarik, karena betapa saya merasa malu ketika menjadi orang Jawa namun (waktu itu) belum bisa membaca aksara Jawa kuno. Lebih tepatnya saat itu saya berada di Candi Penataran bersama Mas Andri dan teman-teman dari Universitas Negeri Surabaya. Sejak saat itu, saya merasa perlu dan harus belajar aksara Jawa kuna. Kemudian ketika ada pasinaon aksara jawa kuno di blitar, saya seketika mendaftarkan diri," jawab Agni melalui aplikasi percakapan dengan detikcom.

Agni sendiri tinggal di Ngantang Kabupaten Malang. Meskipun perjalanan yang harus ditempuh setiap hari Minggunya tidaklah dekat, namun hal tersebut justru menjadi semangat tersendiri baginya.

"Bahwa ketika saya memang niat belajar, di manapun ilmu itu harus saya datangi," pungkasnya.[fm/detik]