Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Stop, Jangan Lakukan 5 'Pantangan' Ini Saat di Gunung



Pasangan viral, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah, belum lama ini kembali mendapat kritik dari netizen, setelah mengunggah foto sedang menggenggam bunga edelweis saat pelesir di Gunung Bromo.

"Selamat pagiii semuaa.. pas kemarin di Bromo di kasih Bunga Edelweiss sama suami.. katanya ini bunga keabadian," tulis Aurel dalam foto unggahannya di Instagram yang kini telah dihapus.

Banyak netizen yang memberikan pujian terhadap Atta-Aurel dalam foto bertema romantis tersebut, tapi tak sedikit yang langsung menghujatnya, karena bunga edelweis diketahui sebagai flora yang dilarang dipetik karena terancam punah.

Atta sendiri mengaku kalau dirinya tak memetik bunga tersebut, melainkan membelinya dari pedagang yang ada di sekitar Gunung Bromo. Tapi bisa jadi ia termasuk golongan turis yang kurang literasi soal beragam "pantangan" saat naik gunung seperti di bawah ini:

1. Memetik bunga

Bukan cuma harus menjaga sopan santun, secara garis besar semua manusia yang berwisata alam dilarang melakukan perusakan, seperti memetik flora atau mengambil fauna yang berhabitat di sana.

Seperti yang diketahui, bunga edelweis masuk dalam daftar sebagai tumbuhan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018.

Aturan memetik bunga edelweis juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 33 ayat (1) dan (2) tentang Konservasi Sumber Daya Hayati Ekosistem.

Jadi datang ke gunung dan merusak alamnya bukanlah semangat sejati manusia yang mengaku pecinta alam.

Ingatlah quotes yang biasanya menjadi caption para travel-enthusiast di Instagram: "Take Only Memories, Leave Only Footprints".

2. Pendakian ilegal

Gunung menyimpan banyak misteri. Kita bahkan tak bisa benar-benar memastikan kapan cuaca di sana cerah atau mendung.

Oleh sebab itu, datanglah ke gunung dengan jalur legal, sehingga pihak berwajib bisa membantu kita jika terjadi musibah dalam perjalanan.

Selama pandemi virus Corona, pengelola juga bisanya membatasi jumlah pengunjung dan memberlakukan sejumlah syarat ketat.

Patuhilah itu, demi keselamatan diri sendiri dan pengunjung lain. Jangan menjadi wisatawan yang egois hanya demi konten di media sosial.

3. "Potong kompas"

Mendaki gunung sejatinya ialah proses menuju pribadi yang lebih baik. Dengan mendaki gunung, kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, kerabat, dan orang-orang yang ditemui di jalan.

Mendaki gunung itu melelahkan, jadi persiapkan fisik yang baik. Jangan nekat "potong kompas" agar bisa lebih cepat sampai, karena bakal sangat berbahaya. Sudah banyak korban luka sampai kehilangan nyawa akibat kenekatan ini.

4. Vandalisme

Merekam lagu, membuat gambar di buku sketsa, menjajal resep masakan praktis, melatih kemampuan mendirikan tenda, atau berburu foto dan video adalah beberapa kegiatan keren yang bisa dilakukan selama pendakian di gunung.

Jadi, mengukir nama di pohon atau batu bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan di media sosial.

Jujur saja, tidak ada yang peduli dengan nama-nama tersebut, namun melihat ukirannya tentu saja membuat kesal karena sangat mengganggu pemandangan alami, sama seperti sampah bungkus makanan atau minuman yang sering ditinggalkan para wisatawan pemalas.

5. Melakukan pencemaran

Sungai, air terjun, atau danau yang ada di gunung memang sangat menggoda untuk diceburi. Tapi sebaiknya, tanyakan dulu kepada pengelola, apakah kita bisa beraktifitas di dalamanya, karena mungkin ada sumber mata air yang sakral atau perlu dijaga kelestariannya.

Ambilah air secukupnya dan jangan membuang limbah ke dalamnya.

Begitu juga dengan saat mendirikan tenda, kita harus lihat lingkungan di sekitar.

Banyak pendaki yang menyarankan kalau mendirikan tenda seharusnya jangan terlalu dekat dengan sumber air, dengan kekhawatirkan air bisa meluap seketika. Begitu juga dengan kekhawatiran datangnya hewan buas yang sedang ingin minum di sana.

Sama dengan penggunaan air, begitu juga dengan api. Sebaiknya buat api unggun jika benar-benar perlu, selebihnya gunakan kompor atau sumber api khusus. Padamkan setelah tak lagi digunakan, jangan sampai disalahkan saat terjadi kebakaran hutan.

Untuk masalah sampah juga sama. Bawa turun sampah usai pendakian, baik dari barang yang digunakan sendiri atau mungkin sampah yang ditemukan dalam jalur penjelajahan.

Jika belum bisa disiplin membuang sampah pada tempatnya, sebaiknya urungkan niat untuk mendaki gunung, karena gunung tidak butuh dijejak hanya untuk dirusak.(mr/cnn)