Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Bertaruh Nyawa di Rainbow Valley



FEMINIA-Rainbow Valley disebut 'kuburan' tertinggi di dunia dan lokasi sarat teror bagi para pendaki yang hendak menuju puncak Gunung Everest, lantaran mereka harus melalui jalan setapak, yang bisa berujung pada kematian.
Rainbow Valley terletak di bawah punggungan utara Gunung Everest. Area "transit" ini terletak di ketinggian 8.000 meter.

Walau namanya menggemaskan - Lembah Pelangi dalam bahasa Indonesia - area ini disebut paling banyak menelan korban, demikian dikutip dari Marvel Adventure.

Pendaki yang sudah kelelahan biasanya meregang nyawa di sini. Banyak yang memaksakan naik dan akhirnya tewas.

Tingkat oksigen di "zona kematian" ini juga tipis, ditambah dengan cuaca buruk dan tiupan angin kencang.

Jalur pendakian di sini juga sangat sempit, hanya muat untuk satu orang.

Sempat ada isu, bahwa saat ini banyak pendaki egois yang menolak menolong pendaki lain yang sedang sekarat. Sehingga, mereka yang sudah tak bisa naik atau turun, baik saat kehabisan oksigen, sakit, atau meregang nyawa, akan "dipinggirkan" di area Rainbow Valley.

Hingga akhirnya Rainbow Valley menjadi lokasi mayat para pendaki gagal summit di "atap dunia" itu. 

Sampai sekarang, masih banyak sisa-sisa mayat pendaki yang terkubur di area itu. Ada yang terkubur, ada yang mulai muncul saat es mencair di musim panas.

Es abadi membuat jasad mereka beku, seperti sedang tertidur. Beberapa masih terlihat mengenakan pakaian pendaki yang beragam warna. Dari kejauhan, nampak seperti pelangi, sehingga area ini dinamakan Rainbow Valley.

Biaya evakuasi, yang disebut lebih mahal dari biaya pendakiannya, membuat banyak keluarga korban yang akhirnya mengikhlaskan kerabat mereka di sana.

Selain jenazah, ada juga tumpukan sampah seperti bekas tenda sampai kaleng oksigen. Jadi selain mendapat sebutan "kuburan tertinggi", Gunung Everest juga mendapat julukan "tong sampah tertinggi di dunia".

Sejak 1922, tercatat lebih dari 300 pendaki meninggal di zona kematian ini.

Kemudian pada 2015, saat ada longsor salju akibat Gempa Nepal dengan guncangan Magnitudo 8, pendaki yang tewas mencapai 19 orang. Seiring berjalannya waktu jumlah mayat di Rainbow Valley terus bertambah.

Penyebab kematian itu beragam. Selain dari faktor bencana alam seperti badai atau longsor salju, kecelakan sampai nyawa melayang juga disebabkan oleh persiapan yang kurang matang serta kenekatan.

Tak sedikit agen wisata pendakian yang "nakal" di Nepal dan Tibet, yang menjadi dua gerbang pendakian Everest.

Mereka mematok harga murah, tanpa fasilitas dan layanan keamanan yang mumpuni. Akibatnya, banyak "pendaki karbitan" yang memaksa datang, hanya demi kepongahan duniawi.

Foto dan video yang memperlihatkan antrean pendaki di puncak Everest pada tahun 2019 membuat banyak orang semakin khawatir dengan tingkat keamanan pendakian di sana, yang rasanya digadaikan hanya demi cuan.

Komunitas sherpa, suku asli Tibet penghuni kaki gunung dan akhirnya diandalkan menjadi pemandu pendakian, sudah lama mengkritik kondisi ini.

Menurut catatan pejabat Nepal pada tahun 2019, hampir 5.000 pendaki naik ke puncak Gunung Everest.

Hampir setahun lamanya belum ada kabar lagi mengenai tewasnya pendaki di sana, sejak gerbang pariwisata Nepal dan Tibet ditutup di masa pandemi virus Corona.(mr/cnn)