Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Stop, Jangan Lunturkan Kepercayaan Diri Seseorang dengan Body Shaming



FEMINIA-Di tengah bahagia atas kelahiran si buah hati, aktris Audi Marisa harus menelan pahit komentar netizen. Lewat unggahan Instagram Story, pesinetron ini mengaku mendapatkan beberapa pesan bernuansa body shaming.

Pada 7 April 2021, Audi melahirkan anak pertamanya. Perubahan pada tubuh pascamelahirkan mengundang komentar netizen. Tak cuma komentar-komentar miring, ia pun dibuat kesal karena komentar ini datang dari sesama perempuan.

Body shaming sendiri merupakan kritik atau komentar negatif yang ditujukan pada penampilan fisik orang lain. Meski kadang berbalut candaan, komentar ini bisa memojokkan, membuat orang lain tidak nyaman, bahkan melunturkan rasa percaya diri.

"Body shaming itu dapat memojokkan perempuan dengan isu ketubuhan yang dimilikinya dan membuat mereka malu dengan tubuhnya," kata psikolog anak, remaja, dan keluarga, Roslina Verauli, dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu.

Ada standar-standar tak tertulis mengenai tubuh yang ideal sehingga secara tidak langsung beberapa orang berusaha mengikuti standar tersebut. Life and wellness coach, Alice E Schluger mengatakan, perjuangan untuk memenuhi standar ideal menciptakan perasaan negatif tentang harga dan kepercayaan diri.

"Secara tidak langsung, ini pula yang mengarahkan orang untuk menilai diri dan orang lain, lalu bermanifestasi jadi body shaming," tulis Schluger, dalam laman Psychology Today.

Siapa yang Bisa Mengalami Body Shaming?

Ejekan pada tubuh sendiri hadir dalam beragam bentuk. Bisa saja itu berbentuk komentar soal tubuh yang makin berisi, terlalu kurus, atau begitu pendek.
Secara garis besar, siapa pun bisa mengalami body shaming. Namun, jika dikelompokkan, ada beberapa yang rentan mengalami hal tersebut.

1. Body shaming dan gender

Tanpa Anda sadari, ada standar tubuh tertentu yang melekat pada masing-masing gender. Perempuan dianggap menarik, layak, baik saat tubuhnya kurus, rambut hitam panjang, juga kulit putih bersih. Sedangkan laki-laki dengan tubuh tinggi dan berotot dianggap lebih diinginkan. Namun, umumnya perempuan dilekatkan dengan standar ketat kecantikan yang tidak realistis.

2. Body shaming berbasis penampilan dan remaja

Masa remaja jadi masa pencarian jati diri. Mereka rentan terhadap body shaming, weight shaming, lalu aksi mempermalukan lain yang berkaitan dengan penampilan. Citra tubuh dan harga diri remaja sebagian besar dipengaruhi oleh anggota keluarga, teman sebaya, dan media sosial.

3. Body shaming dan lingkungan kerja

Body shaming pun bisa terjadi di lingkungan kerja. Topik mengenai berat badan dan diet cenderung populer di kalangan pekerja dan lingkungan kerja.

Di Indonesia, body shaming akan berkaitan dengan budaya kolektif masyarakat. Veronica mengatakan, ada rasa kedekatan antaranggota masyarakat mesti tidak ada ikatan keluarga atau bahkan pertemanan. Unggahan di media sosial pun membuat orang merasa berhak untuk berkomentar.

Praktik ini biasanya terjadi saat bertemu langsung. Komentar atau pertanyaan yang sebenarnya bernuansa body shaming dijadikan basa-basi atau pembuka obrolan. "Orang cenderung mengomentari yang terlihat," ujar Veronica.

Untuk mengatasinya, Veronica menyarankan agar memahami bahwa komentar body shaming umumnya dikeluarkan pada level komunikasi yang tidak mendalam dan melibatkan emosi. Komunikasi mendalam dan melibatkan emosi hanya terjadi pada orang terdekat yang berpengaruh dalam hidup.

"Pahami bahwa komunikasi kita dengan mereka bukan di level mendalam. Tapi, sekali lagi hanya basa-basi, jadi enggak usah diambil hati," ucap Vera.(mr/cnn)